cover
Contact Name
Anisa Anisa
Contact Email
anisa@ftumj.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.nalars@ftumj.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
NALARs
ISSN : 14123266     EISSN : 25496832     DOI : -
Core Subject : Engineering,
NALARs is an architecture journal which presents articles based on architectural research in micro, mezo and macro. Published articles cover all subjects as follow: architectural behaviour, space and place, traditional architecture, digital architecture, urban planning and urban design, building technology and building science.
Arjuna Subject : -
Articles 16 Documents
Search results for , issue "Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016" : 16 Documents clear
TRANSFORMASI STRUKTUR BENTUK JARINGAN JALAN DI KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA BANDUNG Al-Athas, Syarifah Ismailiyah
Nalars Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Studi ini bertujuan untuk menganalisis perubahan bentuk jaringan jalan dan bentukan ruang yang terjadi dalam skala kota Bandung. Secara khusus, studi transformasi ini akan digerakkan pada obyek pertumbuhan jaringan jalan di simpang lima kota Bandung sebagai salah satu penggal Grote Postweg serta pembentukan ruang yang terjadi sebagai akibat pertumbuhan pembangunan ruas jalan dan bangunan di tepiannya. Dengan multi-signifikansinya, ruas jalan ini mengalami berbagai perubahan karakter dan memerlukan strategi konservasi serta peninjauan kembali signifikansi tampak ruang jalan. Studi dimulai dengan paparan singkat tentang signifikansi kawasan Simpanglima Bandung dalam konteks penggal pertama dalam pembangunan Grote Postweg. Data fisik berupa catatan sejarah dan dokumentasi peta jalan serta bangunan di kawasan Simpanglima Bandung selama rentang waktu 1808 sampai dengan 1942 akan menjadi obyek analisis selanjutnya. Kerangka analisis pada studi ini bersumber dari teori transformasi N.J. Habraken yang menempatkan ‘bentuk’ sebagai wujud keteraturan fisik. Tahap pertama analisis akan dilakukan terhadap data fisik Simpanglima Bandung untuk mensarikan elemen yang akan diamati perubahannya. Analisis kemudian dilanjutkan untuk merumuskan konfigurasi elemen tersebut beserta proses pertumbuhannya. Lebih mendalam lagi pada studi selanjutnya, rentang waktu dipilih untuk membatasi studi pada andil pemerintah kolonial Belanda sebagai agen transformasi dalam pembentukan morfologi simpang lima pada khususnya, dan kota Bandung secara umum dalam konteks kolonialisasi. Kata kunci: transformasi, morfologi, Simpanglima Bandung, keteraturan fisik ABSTRACT. This study is aimed to analyze the deformation of the road network and the formation of the space in Bandung. In particular, the study of this transformation will be driven on the object of the growth of the road network in the Simpanglima Bandung as one piece of Grote Postweg as well as the formation of space occurs as a result of roads construction growth and buildings on its streetscape. With multi-significance, this road undergone various changes in character and require conservation strategies as well as a review of the significance of visible road space. The study has been begun with a brief description of the significance of Simpanglima Bandung region in the context of the first cut-off in the construction Grote Postweg. Physical data such as historical records and documentation as well as the road map Simpanglima Bandung buildings in the area during the time range between 1808 to 1942 will become an object for further analysis. Framework of analysis in this study comes from the theory of transformation N.J. Habraken who put the shape as a form of physical regularity. The first stage of the analysis will be performed on the physical data Simpanglima Bandung to extract elements that will be observed. Analysis then proceeded to define the configuration of these elements along with the growth process. More deeply in subsequent studies, the time range has been chosen for the study limits the influence of the Dutch colonial government as an agent of transformation in the establishment of Simpanglima morphology in particular, and the city of Bandung in generally in the context of colonization. Keywords: transformation, morphology, Simpanglima Bandung, physical regularity
PERUBAHAN TATA RUANG RUMAH TIPE KECIL DAN PENGARUHNYA TERHADAP ASPEK KESEHATAN PENGHUNI (Kasus Studi: Rumah Sederhana Sehat di Depok Jawa Barat) Ashadi, Ashadi; Anisa, Anisa; Nelfiyanti, Nelfiyanti
Nalars Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Kesehatan menjadi aspek penting yang harus diperhatilkan dalam desain rumah. karena rumah yang sehat akan berdampak pada kenyamanan yang dirasakan oleh penghuni. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tata ruang rumah tipe kecil ≤ 36 m2 dan pengaruh perubahan tersebut pada aspek kesehatan penghuninya. Kesehatan difokuskan pada sirkulasi udara dan cahaya (penghawaan dan pencahayaan) yang merupakan dua aspek penting pada kesehatan dalam rumah.  Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan mengambil kasus secara purposif sampling. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah pada perubahan tata ruang rumah tipe kecil selalu ada ruang yang tidak mendapatkan pencahayaan secara maksimal. Arah perubahan pada rumah tipe kecil adalah ke arah samping, belakang dan depan sehingga sirkulasi udara dan cahaya yang awalnya dioptimalkan melalui halaman depan dan belakang menjadi terganggu.  Upaya yang dilakukan adalah dengan membuat bukaan berupa jendela dan roster yang cukup lebar sehingga udara dan cahaya dapat masuk ke dalam ruangan. Namun untuk ruang yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung akan menjadi gelap dan lembab sehingga mempengaruhi kesehatan penghuninya. Kata kunci: tata ruang, rumah, kesehatan ABSTRACT. Health is become an important aspect which should be concerned in designing a house. Healthy house will affect to the conviniency of the occupants. This research is aimed to explore the transformation of house’s layout of small house less than 36 m2 and the impact of the changes to the health aspect for occupants. Health aspect will be focused on air circulation and natural lighting which are very important aspects for health within house. A qualitative descriptive method has been conducted to analyse this research by taking some cases with purposive sampling. A significant result will be presented that the changes of house’s layout of small house will affect to the existence of room which will not suplied by maximum natural lighting as well as good air circulation. The change direction of small house is to the side  direction, backwards and forward, thus air circulation and natural lighting which at the beginning will be optimized through rear side and front side will be interrupted. Efforts will be made by providing opened wall such as wide windows and roster, to circulate the air and natural lighting inside the house. For some rooms which will be not supported to get direct natural lighting and air circulation, the rooms will be uncomfortable for occupants, because it will be dark and humid for some reasons and will affect to the health of the occupants.  Keywords: layout, house, health
AN OPTIMALIZATION OF NATURAL LIGHTING BY APPLYING AUTOMATIC LIGHTING USING MOTION SENSOR AND LUX SENSOR FOR HISTORICAL OLD BUILDINGS Bahri, Saeful; Purwantiasning, Ari Widyati
Nalars Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT   One of the problems that occurs within city centres, particularly within capital cities, is the existence of many historical old buildings. Historical old buildings within city centres, that have abandoned for years because of their condition, suffer from a lack of utilities, infrastructure and facilities [2][3]. These conditions occur because of low levels of maintenance arising as a consequence of a lack of finance of the owner of a building, be they government or private sector. To solve the problem of abandoned historical old buildings, the concept of adaptive reuse can be adopted and applied. This concept of adaptive reuse may continously cover the cost of building maintenance. The adaptive reuse concept usually covers the interior of a building and its utilities, though the need for utilities depends on the function of a building [4]. By adopting a concept of adaptive reuse, new building functions will be designed as the needs and demand of the market dictate, and which is appropriate for feasibility study. One utility element that has to be designed for historical old buildings is the provision of lighting within a building. To minimize the cost of building maintenance, one of the solutions is to optimize natural lighting and to minimize the use of artificial lighting such as lamps. This paper will discuss the extent to which artificial lighting can be minimized by using automatic lighting; the automatic lighting types discussed in this paper are lighting controlled by motion sensor and lux sensor.  Keywords: Natural lighting, automatic lighting, motion sensor, lux sensor, historical old buildings ABSTRAK Salah satu permasalahan yang muncul dalam sebuah kota metropolitan, khususnya sebuah ibukota adalah keberadaan dari banyaknya bangunan-bangunan tua bersejarah. Bangunan-bangunan tua bersejarah dalam sebuah kota besar terutama yang diabaikan selama bertahun-tahun biasanya disebabkan karena kondisinya yang menua, minimnya utilitas bangunan, infrastruktur bangunan dan juga fasilitas-fasilitas yang mendukungnya [2][3]. Kondisi ini muncul karena rendahnya tingkat pemeliharaan yang biasanya muncul sebagai akibat dan konsekuensi karena minimnya dana anggaran dari pihak pemilik bangunan baik pemerintah daerah, pusat maupun sector swasta. Untuk mengatasi masalah ini, konsep adaptive reuse dapat diadopsi dan diaplikasikan pada kawasan yang memiliki bangunan-bangunan tua bersejarah ini. Konsep adaptive reuse dapat secara berkelanjutan memenuhi dan mengatasi permasalahan pemeliharaan bangunan dalam hal finansial. Konsep ini biasanya meliputi ruang dalam bangunan dan utilitas yang ada di dalam bangunan tersebut tergantung dari kebutuhan dan fungsi dari bangunan yang akan diaplikasikan konsep tersebut [4]. Dengan mengadopsi konsep adaptive reuse, fungsi bangunan baru dapat direncanakan sesuai kebutuhan dan permintaan pasar sehingga sesuai dengan studi kelayakan yang dilakukan. Salah satu elemen utilitas bangunan yang dapat dirancang untuk bangunan-bangunan tua bersejarah adalah kebutuhan pencahayaan di dalam sebuah bangunan. Untuk meminimalisir biaya pemeliharaan bangunan, salah satu solusinya adalah dengan mengoptimalkan pencahayaan alami dan meminimalisir penggunaan cahaya buatan seperti lampu. Tulisan ini akan mendiskusikan seberapa jauh pencahayaan buatan dapat diminimalisir dengan menggunakan pencahayaan otomatis, dimana dalam tulisan ini akan dibahas mengenai control pencahayaan dengan menggunakan motion sensor atau sensor gerak dan lux sensor atau sensor cahaya.    Kata Kunci: pencahayaan alami, pencahayaan otomatis, motion sensor, lux sensor, bangunan tua bersejarah 
EKSPLORASI DENAH RUMAH TINGGAL DI LAHAN MAGERSARI Azizah, Ronim
Nalars Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Dengan semakin tingginya harga lahan di perkotaan serta tingkat pendapatan penduduk yang berbeda-beda maka membangun rumah dengan cara magersari menjadi sebuah pilihan. Rumah magersari menggunakan lahan secara bersama oleh keluarga ataupun orang lain dimana lahan terbagi menjadi beberapa petak untuk dibangun beberapa rumah tinggal. Rumah magersari juga memiliki fasilitas umum yang digunakan secara komunal berupa MCK (mandi, cuci, kakus), infrastruktur dan akses jalan. Kondisi ini menjadi lebih efektif jika dibandingkan dengan membeli lahan baru dengan harga yang sangat tinggi. Pengembangan atau perubahan desain rumah mungkin saja terjadi sehingga perlu digali sejauhmana pengembangan desain rumah tinggal yang dibangun pada lahan magersari dengan mempertimbangkan keberadaan fasilitas komunal. Pencarian data menggunakan metode survei dan pembahasan dilakukan dengan studi pustaka yaitu: (1) sumber-sumber dari dokumen tekstual; (2) sumber-sumber dari dokumen gambar; dan (3) sumber-sumber dari dokumen artefaknya. Pada akhir pembahasan, menghasilkan simpulan yang menjelaskan bahwa tata ruang desain rumah magersari mampu mengintegrasikan zona ruang-ruang privat (rumah inti) dan zona ruang publik (fasilitas komunal).  Kata kunci: rumah, magersari, pengembangan rumah ABSTRAK. Recently, to build a house by using "magersari" method has became an appropriate choice because of the economic condition of the community and refer to the high price of the land. Magersari house is a method by using the land together within family or other people. The method is by dividing the land into some blocks of land which will contain a small house for each block. This magersari house will provide public facilities which will be used communally such as MCK (Mandi, Cuci, Kakus), infrastructure and access for pedestrians and vehicles. This condition become effectively if compare by buying new land with high price. The development and transformation of the house design could be happened, thus it will be a necessary to explore how extend to which the development will continue within magersari house by considering the existence of communal facilities. Collecting data will be conducted by survey method and the analysis will be completed by exploring literature study: (1) textual document sources; (2) figure document sources; (3) artefact document sources. For final discussion, it will be concluded by explaining about how extend to which the layout of the magersari house design could integrate all private space zones (main space) and public space zones (communal facilities) within magersari house. Keywords: house, magersari, house development
THE EFFECTS OF TOURISM ON VERNACULAR HOUSES IN TRADITIONAL VILLAGE: THE COMPARISON BETWEEN KAMPUNG NAGA IN WEST JAVA AND DESA KANEKES IN BANTEN Khamdevi, Muhammar
Nalars Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT. Tourism is one of the significant economic sectors in Indonesia. It has major, economic, social and environmental impacts. However, it may become unsustainable tourism, if its management ignores environmental issues, especially the degradation of the cultural heritage environment. Kampung Naga in West Java and Desa Kanekes in Banten are two cultural heritage villages that became tourist attractions in Indonesia. Their vernacular houses experienced several shifts and changes since then. How are the effects of tourism in Kampung Naga and Desa Kanekes on their vernacular houses? Are there any differences between both of them? A comparative approach is adopted in investigating the cases. This study is expected to find the implementation of current tourism in both villages and its effects on vernacular houses. The study shows that unsustainable tourism is occurred in both locations and result several concerned effects on their vernacular houses. Keywords: sustainable tourism, cultural heritage, vernacular architecture ABSTRAK. Pariwisata adalah salah satu sektor ekonomi penting di Indonesia. Ia memiliki dampak ekonomi, sosial dan lingkungan. Meskipun begitu, ia menjadi pariwisata tidak berkelanjutan, jika pengelolaannya mengabaikan isu-isu lingkungan, terutama penurunan kualitas lingkungan warisan budaya. Kampung Naga di Jawa Barat dan Desa Kanekes di Banten adalah dua kampung warisan budaya yang menjadi tujuan wisata di Indonesia. Rumah-rumah vernakularnya mengalami pergeseran dan perubahan sejak saat itu. Bagaimana pengaruh pariwisata di Kampung Naga dan Desa Kanekes pada rumah-rumah vernakularnya? Apakah ada perbedaan di antara keduanya? Pendekatan komparatif dipakai untuk menyelidiki kasus tersebut. Kajian ini diharapkan untuk menemukan pelaksanaan pariwisata saat ini di kedua kampung dan pengaruhnya pada rumah-rumah vernakularnya. Hasil kajian menunjukkan bahwa pariwisata yang tidak berkelanjutan terjadi di kedua lokasi dan menghasilkan beberapa pengaruh-pengaruh yang memprihatinkan pada rumah-rumah vernakularnya. Kata Kunci: pariwisata berkelanjutan, warisan budaya, arsitektur vernakular
KAJIAN BEHAVIOR SETTING DI PASAR TUGU SIMPANG LIMA GUMUL KEDIRI Fajarwati, Anisah Nur
Nalars Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis behavior setting di Pasar Tugu Simpang Lima Gumul (SLG) Kediri. Untuk mengkaji behavior setting, dilakukan behavioral mapping atau pemetaan perilaku. Analisis yang digunakan dalam studi ini terdiri dari dua langkah. Pertama, analisis dilakukan dengan tinjauan teori behavior setting Roger Barker. Kedua, untuk menganalisis data yang ditemukan di lapangan, dilakukan behavioral mapping dengan metode person centered map. Lokasi pengamatan yang ditentukan adalah di segmen barat Pasar Tugu. Behavior setting yang terjadi di setiap tenda dagangan memiliki ciri tersendiri sesuai dengan barang yang diperdagangkan. Peletakkan dan penataan tenda didasarkan pada jenis barang dagangan, setiap tenda untuk satu penyewa. Hubungan antara aktivitas perilaku pengguna (standing patterns of behavior) dan lay out ruang lingkungan pengguna (milieu) sangat sesuai dan terpenuhi dengan baik (synomorphic). Kata kunci: behavior setting, pemetaan perilaku ABSTRACT. This study is aimed to identify and analyze behavior setting within  Pasar Tugu Simpang Lima Gumul (SLG), Kediri. To explore behavior setting, behavioral mapping had been conducted. Analysis method that had been used in this research consisted two steps. Firstly, analysis was carried out by using a theory review of behavior setting by Roger Baker. Secondly, to analyze data on the field, behavioral mapping was carried out with person centered map method. The designated location of this research was in the west segmen of Pasar Tugu. Behavior setting which had been happened in every stand had its own character depend on the commercial’s goods. The placement and the layout of the stands were based on the commercial’s goods of the every stands for every tenants. The relation between behavior activity of the stand’s users and the users’ environment layout is well organized and appropriated. Keyword: behavior setting, behavioral mapping 
TRANSFORMASI MUSIK DALAM BENTUK ARSITEKTUR Purwantiasning, Ari Widyati; Djuha, Ahmad Mubarak
Nalars Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Saat berbicara tentang musik dan arsitektur, satu yang dapat didefinisikan pada keduanya, yaitu bahwa keduanya merupakan karya seni. Sebuah karya seni tentunya muncul tidak dengan sendirinya, pengaruh beberapa aspek tentunya menjadi sangat penting dalam proses terbentuknya suatu karya seni. Pengaruh tersebut tidak hanya internal namun juga eksternal. Faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi proses terbentuknya suatu karya seni diantaranya adalah manusia, ruang dan waktu. Kedua karya seni musik dan arsitektur sangat dipengaruhi oleh ketiga faktor eksternal tersebut dalam proses perencanaan, perancangan dan implementasi idenya. Keterkaitan musik dan arsitektur sudah banyak diperbincangkan sejak lama, bagaimana dan aspek apa saja yang dapat mengkaitkan keduanya juga sudah lama diperdebatkan. Tulisan ini akan mengkaji tentang benang merah antara musik dan arsitektur, terutama elemen-elemen yang saling terkait di dalamnya, kemudian bagaimana mendiskripsikan dan menganalisis transformasi sebuah musik dalam bentuk arsitektur. Pembahasan masalah ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan deduktif yaitu mengambil sebuah studi kasus dan dianalisa secara umum kemudian dikaitkan secara khusus sesuai dengan teori yang berkaitan dengan musik dan arsitektur. Kata Kunci: transformasi, musik, bentuk, arsitektur  ABSTRACT. When we discuss about music and architecture, there is a significant thing that should be underlined about it, both of them are artworks. An artwork will not performed by itself, there are some aspects that would become important in the process of artworks’ formation. Those aspects were not just an internal aspect but also external one. Some external factors which would effect the process of artworks’ formation are human as doer, space and time.  Both artworks either music or architecture have been affected by those three external factors in the process of planning, designing and implementing the idea. The relation between music and architecture had been talked since years ago, how and what kind of aspects which will connected both of those artworks had been debated as well. This paper will review about the relation between music and architecture, particularly the elements of each artwork, then how to describe and analyze the transformation of music into architectural form. The discussion of this paper will conduct a descriptive method using deductive approach by taking a case study and analyse generally then will be connected in particular referring to the appropriate theory about music and architecture.     Keywords: transformation, music, form, architecture
KAJIAN CROWDING DI ANJUNGAN PENGANTAR (WAVING GALLERY) BANDARA INTERNASIONAL ADISUCIPTO YOGYAKARTA Aqli, Wafirul
Nalars Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Crowding atau disebut juga dengan kesesakan merupakan kejadian di mana kuantitas populasi pengguna ruang yang tidak hanya manusia tapi juga benda dan non-benda melebihi dari apa yang suatu ruang bisa mewadahinya. Dipilihnya studi kasus waving gallery bandara internasional Adi Sucipto karena fenomena crowding berpotensi terjadi di ruang ini. Waving gallery tersebut memiliki luasan yang terbatas sementara fungsinya termasuk yang cukup penting bagi pengguna/ pengunjung bandara. Lebih lanjut kajian yang diangkat adalah bagaimana pola crowding yang terjadi dan perilaku keruangan apa saja yang dilakukan oleh user berkaitan dengan crowding tersebut. Sebagai kesimpulan terdapat kecenderungan bahwa crowding yang terjadi terlihat pada waktu siang hari di hari libur, yang dipicu dengan pertambahan pengunjung ke ruang tersebut dan membentuk zona-zona seperti zona orientasi, zona settled/ menetap, dan zona mobile/ berpindah-pindah, serta terjadi perilaku withdrawal untuk keluar dari kesesakan dan menempati zona kosong. Kata Kunci: Kesesakan, Anjungan Pengantar, Perilaku Pengguna ABSTRACT. Crowding is a condition in which the quantity of the users, objects and non-objects excess of what a room could accomodate it. Waving gallery at Adi Sucipto International Airport has been conducted as a case study because the phenomenon of crowding could potentially occur within the area. The waving gallery has a limited area while the function is quite vital for the users/ visitors of the airport. Study conducted is how the crowding pattern occurs and what kind of spatial behavior is being done by the user associated with the crowding. As the conclusion, there is a tendency that the crowding occurs during the daytime on the holiday, which was triggered by the increase of visitors to the gallery and forming zones of orientation, settled and mobile/ nomadic, as well as the withdrawal behavior occurs to get out of distress situation and occupy the empty zone. Key Words: Crowding, Waving Gallery, Using Behavior
AN OPTIMALIZATION OF NATURAL LIGHTING BY APPLYING AUTOMATIC LIGHTING USING MOTION SENSOR AND LUX SENSOR FOR HISTORICAL OLD BUILDINGS Saeful Bahri; Ari Widyati Purwantiasning
NALARs Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.15.2.131-140

Abstract

ABSTRACT One of the problems that occurs within city centres, particularly within capital cities, is the existence of many historical old buildings. Historical old buildings within city centres, that have abandoned for years because of their condition, suffer from a lack of utilities, infrastructure and facilities [2][3]. These conditions occur because of low levels of maintenance arising as a consequence of a lack of finance of the owner of a building, be they government or private sector. To solve the problem of abandoned historical old buildings, the concept of adaptive reuse can be adopted and applied. This concept of adaptive reuse may continously cover the cost of building maintenance. The adaptive reuse concept usually covers the interior of a building and its utilities, though the need for utilities depends on the function of a building [4]. By adopting a concept of adaptive reuse, new building functions will be designed as the needs and demand of the market dictate, and which is appropriate for feasibility study. One utility element that has to be designed for historical old buildings is the provision of lighting within a building. To minimize the cost of building maintenance, one of the solutions is to optimize natural lighting and to minimize the use of artificial lighting such as lamps. This paper will discuss the extent to which artificial lighting can be minimized by using automatic lighting; the automatic lighting types discussed in this paper are lighting controlled by motion sensor and lux sensor.Keywords: Natural lighting, automatic lighting, motion sensor, lux sensor, historical old buildingsABSTRAK Salah satu permasalahan yang muncul dalam sebuah kota metropolitan, khususnya sebuah ibukota adalah keberadaan dari banyaknya bangunan-bangunan tua bersejarah. Bangunan-bangunan tua bersejarah dalam sebuah kota besar terutama yang diabaikan selama bertahun-tahun biasanya disebabkan karena kondisinya yang menua, minimnya utilitas bangunan, infrastruktur bangunan dan juga fasilitas-fasilitas yang mendukungnya [2][3]. Kondisi ini muncul karena rendahnya tingkat pemeliharaan yang biasanya muncul sebagai akibat dan konsekuensi karena minimnya dana anggaran dari pihak pemilik bangunan baik pemerintah daerah, pusat maupun sector swasta. Untuk mengatasi masalah ini, konsep adaptive reuse dapat diadopsi dan diaplikasikan pada kawasan yang memiliki bangunan-bangunan tua bersejarah ini. Konsep adaptive reuse dapat secara berkelanjutan memenuhi dan mengatasi permasalahan pemeliharaan bangunan dalam hal finansial. Konsep ini biasanya meliputi ruang dalam bangunan dan utilitas yang ada di dalam bangunan tersebut tergantung dari kebutuhan dan fungsi dari bangunan yang akan diaplikasikan konsep tersebut [4]. Dengan mengadopsi konsep adaptive reuse, fungsi bangunan baru dapat direncanakan sesuai kebutuhan dan permintaan pasar sehingga sesuai dengan studi kelayakan yang dilakukan. Salah satu elemen utilitas bangunan yang dapat dirancang untuk bangunan-bangunan tua bersejarah adalah kebutuhan pencahayaan di dalam sebuah bangunan. Untuk meminimalisir biaya pemeliharaan bangunan, salah satu solusinya adalah dengan mengoptimalkan pencahayaan alami dan meminimalisir penggunaan cahaya buatan seperti lampu. Tulisan ini akan mendiskusikan seberapa jauh pencahayaan buatan dapat diminimalisir dengan menggunakan pencahayaan otomatis, dimana dalam tulisan ini akan dibahas mengenai control pencahayaan dengan menggunakan motion sensor atau sensor gerak dan lux sensor atau sensor cahaya.Kata Kunci: pencahayaan alami, pencahayaan otomatis, motion sensor, lux sensor, bangunan tua bersejarah
PERUBAHAN TATA RUANG RUMAH TIPE KECIL DAN PENGARUHNYA TERHADAP ASPEK KESEHATAN PENGHUNI Ashadi Ashadi; Anisa Anisa; Nelfiyanti Nelfiyanti
NALARs Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.15.2.81-90

Abstract

ABSTRAK. Kesehatan menjadi aspek penting yang harus diperhatilkan dalam desain rumah. karena rumah yang sehat akan berdampak pada kenyamanan yang dirasakan oleh penghuni. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tata ruang rumah tipe kecil ≤ 36 m2 dan pengaruh perubahan tersebut pada aspek kesehatan penghuninya. Kesehatan difokuskan pada sirkulasi udara dan cahaya (penghawaan dan pencahayaan) yang merupakan dua aspek penting pada kesehatan dalam rumah. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan mengambil kasus secara purposif sampling. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah pada perubahan tata ruang rumah tipe kecil selalu ada ruang yang tidak mendapatkan pencahayaan secara maksimal. Arah perubahan pada rumah tipe kecil adalah ke arah samping, belakang dan depan sehingga sirkulasi udara dan cahaya yang awalnya dioptimalkan melalui halaman depan dan belakang menjadi terganggu. Upaya yang dilakukan adalah dengan membuat bukaan berupa jendela dan roster yang cukup lebar sehingga udara dan cahaya dapat masuk ke dalam ruangan. Namun untuk ruang yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung akan menjadi gelap dan lembab sehingga mempengaruhi kesehatan penghuninya.Kata kunci: tata ruang, rumah, kesehatanABSTRACT. Health is become an important aspect which should be concerned in designing a house. Healthy house will affect to the conviniency of the occupants. This research is aimed to explore the transformation of house’s layout of small house less than 36 m2 and the impact of the changes to the health aspect for occupants. Health aspect will be focused on air circulation and natural lighting which are very important aspects for health within house. A qualitative descriptive method has been conducted to analyse this research by taking some cases with purposive sampling. A significant result will be presented that the changes of house’s layout of small house will affect to the existence of room which will not suplied by maximum natural lighting as well as good air circulation. The change direction of small house is to the side direction, backwards and forward, thus air circulation and natural lighting which at the beginning will be optimized through rear side and front side will be interrupted. Efforts will be made by providing opened wall such as wide windows and roster, to circulate the air and natural lighting inside the house. For some rooms which will be not supported to get direct natural lighting and air circulation, the rooms will be uncomfortable for occupants, because it will be dark and humid for some reasons and will affect to the health of the occupants.Keywords: layout, house, health

Page 1 of 2 | Total Record : 16


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol 22, No 2 (2023): NALARs Volume 22 Nomor 2 Juli 2023 Vol 22, No 1 (2023): NALARs Volume 22 Nomor 1 Januari 2023 Vol 21, No 2 (2022): NALARs Volume 21 Nomor 2 Juli 2022 Vol 21, No 1 (2022): NALARs Volume 21 Nomor 1 Januari 2022 Vol 20, No 2 (2021): NALARs Volume 20 Nomor 2 Juli 2021 Vol 20, No 1 (2021): NALARs Volume 20 Nomor 1 Januari 2021 Vol 19, No 2 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 2 Juli 2020 Vol 19, No 1 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 1 Januari 2020 Vol 18, No 2 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 2 Juli 2019 Vol 18, No 1 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 1 Januari 2019 Vol 17, No 2 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 2 Juli 2018 Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018 Vol 16, No 2 (2017): NALARs Volume 16 Nomor 2 Juli 2017 Vol 16, No 1 (2017): NALARs Vol 16 No 1 Januari 2017 Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016 Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016 Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015 Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015 Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015 Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015 Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014 Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014 Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014 Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014 Vol 13, No 2 (2014): Jurnal Arsitektur NALARs Volume 13 Nomor 2 Vol 12, No 2 (2013): Nalars Volume 12 Nomor 2 Juli 2013 Vol 12, No 2 (2013): Nalars Volume 12 Nomor 2 Juli 2013 Vol 12, No 1 (2013): NALARs Volume 12 Nomor 1 Januari 2013 Vol 12, No 1 (2013): NALARs Volume 12 Nomor 1 Januari 2013 Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012 Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012 Vol 11, No 1 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 1 Januari 2012 Vol 11, No 1 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 1 Januari 2012 Vol 10, No 2 (2011): NaLARs Volume 10 Nomor 2 Juli 2011 Vol 10, No 2 (2011): NaLARs Volume 10 Nomor 2 Juli 2011 Vol 10, No 1 (2011): NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011 Vol 10, No 1 (2011): NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011 Vol 9, No 2 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 Vol 9, No 2 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 Vol 9, No 1 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 Vol 9, No 1 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 Vol 8, No 2 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 2 Juli 2009 Vol 8, No 2 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 2 Juli 2009 Vol 8, No 1 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 1 Januari 2009 Vol 8, No 1 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 1 Januari 2009 More Issue